Nilai Kerja Keras Itu Dari Dirinya
Aku sadar
bahwa yang aku dapatkan dan aku raih saat ini ternyata buah doanya dan kerja
kerasnya yang tidak pernah berhenti untukku. Aku sangat paham bahwa memang
nilai-nilai kehidupan itu banyak diturunkan darinya, seorang wanita paling
berharga di hidupku dan alasanku bertahan hingga saat ini.
Sewaktu kecil aku sudah diajak untuk ikut berdagang, kecil masih umur tiga bulan sudah dibawa kepasar bukan untuk berbelanja tetapi berdagang, aku dititipkan di sebuah Toko dan dimasukkan kedalam kardus. ketika selesai berdagang, beliau akan mengambilku dan menyusuiku (bukan mendramatisir tetapi ini memang terjadi dihidupku), sampai suatu hari aku pernah diberi julukan anak kardus.
Waktu kecil aku sering sekali dititipkan kepada tetangga, saudara bahkan aku terbiasa untuk tidak melihatnya pagi dan bertemu ketika petang datang. Aku dulu menganggapnya tidak menyayangiku, mengapa aku selalu ditinggal? Aku sering menangis jika tidak diajak ikut dengannya berdangang. Memasuki masa sekolah, aku masih tidak paham dan aku memilih sering bolos sekolah karena ingin ikut berdagang dengannya.
Beliau marah aku tidak sekolah, katanya jangan jadi dirinya yang tidak tamat Sekolah Dasar, tetapi aku tidak mengerti apa yang dikatakannya. Aku masih saja mengikuti caranya berdagang, ya, dia berdagang buah, kadang kerupuk sagu bahkan juga sering berdagang cendol. Aku belajar bagaimana cara berdagang, juga cara menarik minat orang untuk membeli dagangan yang ada. Sampai aku meminta izin padanya membantunya berdagang ketika waktu libur sekolah tiba. Aku diizinkan namun dengan syarat aku tidak boleh malas belajar.
Keahlian berdagangku kian terasah, setiap bulan puasa tiba itu adalah masa panenku, aku terbiasa berdagang sendirian, aku akan berdagang dengan semangat dan aku tidak pernah malu untuk berdagang. Uang hasil berdagang aku berikan kepadanya, pasti nanti beliau akan memberi bagianku, aku akan menyimpan uang yang aku dapatkan, aku tabung untuk membayar buku paket saat masuk sekolah. Hal ini semata-mata untuk meringankan bebannya, aku tidak sanggup meminta uang lebih selain uang belanja. Hal ini aku sadari ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Saat aku mengenal apa itu kerja keras, aku melihatnya tidak pernah lelah. Menjadi pencari nafkah sekaligus menjadi Ibu Rumah Tangga. Aku tidak tahu bagaimana caranya bisa mengatur itu semua. Aku dan saudaraku masih sehat dan makan dengan baik. Meski terkadang aku pernah memergokinya menangis ketika malam hari tanpa suara, katanya bukan menangis tapi mata perih karena asap. Maklum, dulu setiap malam beliau harus berada di dekat tungku untuk memasak dagangan esok hari.
Aku sedih harus berpisah dengannya, memasuki usia dewasa tidak banyak waktu kuhabiskan dengannya. Ketika kuliah aku memilih untuk merantau pertama kali seorang diri, aku berani karena memang ini turunan darinya. Aku lulus di kampus impianku dan lulus tepat waktu, tentu saja aku senang beliau bangga dengan itu.
Jarakku semakin jauh dengannya, aku memilih bekerja lebih jauh mengarungi pulau yang berbeda. Aku juga ingin bekerja keras seperti dirinya, memberi apa yang diinginkannya dan membuat banyak senyum dibibirnya. Awalnya beliau sedih kenapa aku harus melangkah begitu jauh. Kesedihan beliau terobati ketika aku memberi pengertian bahwa aku akan memberikan yang terbaik untuknya, aku mendapat kepercayaannya dan langkahku terasa begitu mudahnya.
Aku belajar bahwa apa yang dilakukannya padaku, bekerja keras untukku semua untuk masa depanku, aku menyayanginya meski sampai detik ini aku tidak bisa memaksanya berhenti berdagang, ingin ku bawa dirinya hidup bersamaku disini bersama, namun beliau lebih mencintai kampung halaman dan cucu-cucunya. Mungkin tidak saat ini, tetapi nanti aku bisa membawanya bersamaku dan bahagia selamanya denganku.
Aku memang menyadari nilai kerja keras ditanamkan olehnya. Tidak pernah aku diajarkan untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah, aku harus berusaha sendiri mendapatkan apa yang aku mau. Hingga saat ini, aku sangat merindukannya, telpon darinya adalah hal yang aku tunggu-tunggu, suaranya memberi kenyamanan padaku, aku menyayanginya dan mencintainya, wanita hebatku.
Sewaktu kecil aku sudah diajak untuk ikut berdagang, kecil masih umur tiga bulan sudah dibawa kepasar bukan untuk berbelanja tetapi berdagang, aku dititipkan di sebuah Toko dan dimasukkan kedalam kardus. ketika selesai berdagang, beliau akan mengambilku dan menyusuiku (bukan mendramatisir tetapi ini memang terjadi dihidupku), sampai suatu hari aku pernah diberi julukan anak kardus.
Waktu kecil aku sering sekali dititipkan kepada tetangga, saudara bahkan aku terbiasa untuk tidak melihatnya pagi dan bertemu ketika petang datang. Aku dulu menganggapnya tidak menyayangiku, mengapa aku selalu ditinggal? Aku sering menangis jika tidak diajak ikut dengannya berdangang. Memasuki masa sekolah, aku masih tidak paham dan aku memilih sering bolos sekolah karena ingin ikut berdagang dengannya.
Beliau marah aku tidak sekolah, katanya jangan jadi dirinya yang tidak tamat Sekolah Dasar, tetapi aku tidak mengerti apa yang dikatakannya. Aku masih saja mengikuti caranya berdagang, ya, dia berdagang buah, kadang kerupuk sagu bahkan juga sering berdagang cendol. Aku belajar bagaimana cara berdagang, juga cara menarik minat orang untuk membeli dagangan yang ada. Sampai aku meminta izin padanya membantunya berdagang ketika waktu libur sekolah tiba. Aku diizinkan namun dengan syarat aku tidak boleh malas belajar.
Keahlian berdagangku kian terasah, setiap bulan puasa tiba itu adalah masa panenku, aku terbiasa berdagang sendirian, aku akan berdagang dengan semangat dan aku tidak pernah malu untuk berdagang. Uang hasil berdagang aku berikan kepadanya, pasti nanti beliau akan memberi bagianku, aku akan menyimpan uang yang aku dapatkan, aku tabung untuk membayar buku paket saat masuk sekolah. Hal ini semata-mata untuk meringankan bebannya, aku tidak sanggup meminta uang lebih selain uang belanja. Hal ini aku sadari ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Saat aku mengenal apa itu kerja keras, aku melihatnya tidak pernah lelah. Menjadi pencari nafkah sekaligus menjadi Ibu Rumah Tangga. Aku tidak tahu bagaimana caranya bisa mengatur itu semua. Aku dan saudaraku masih sehat dan makan dengan baik. Meski terkadang aku pernah memergokinya menangis ketika malam hari tanpa suara, katanya bukan menangis tapi mata perih karena asap. Maklum, dulu setiap malam beliau harus berada di dekat tungku untuk memasak dagangan esok hari.
Aku sedih harus berpisah dengannya, memasuki usia dewasa tidak banyak waktu kuhabiskan dengannya. Ketika kuliah aku memilih untuk merantau pertama kali seorang diri, aku berani karena memang ini turunan darinya. Aku lulus di kampus impianku dan lulus tepat waktu, tentu saja aku senang beliau bangga dengan itu.
Jarakku semakin jauh dengannya, aku memilih bekerja lebih jauh mengarungi pulau yang berbeda. Aku juga ingin bekerja keras seperti dirinya, memberi apa yang diinginkannya dan membuat banyak senyum dibibirnya. Awalnya beliau sedih kenapa aku harus melangkah begitu jauh. Kesedihan beliau terobati ketika aku memberi pengertian bahwa aku akan memberikan yang terbaik untuknya, aku mendapat kepercayaannya dan langkahku terasa begitu mudahnya.
Aku belajar bahwa apa yang dilakukannya padaku, bekerja keras untukku semua untuk masa depanku, aku menyayanginya meski sampai detik ini aku tidak bisa memaksanya berhenti berdagang, ingin ku bawa dirinya hidup bersamaku disini bersama, namun beliau lebih mencintai kampung halaman dan cucu-cucunya. Mungkin tidak saat ini, tetapi nanti aku bisa membawanya bersamaku dan bahagia selamanya denganku.
Aku memang menyadari nilai kerja keras ditanamkan olehnya. Tidak pernah aku diajarkan untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah, aku harus berusaha sendiri mendapatkan apa yang aku mau. Hingga saat ini, aku sangat merindukannya, telpon darinya adalah hal yang aku tunggu-tunggu, suaranya memberi kenyamanan padaku, aku menyayanginya dan mencintainya, wanita hebatku.
Touched
BalasHapusMas Abu 😊
BalasHapus