Biasa Berbohong
Deni biasa berbohong, dia punya kebiasaan untuk menutupi identitas aslinya, mulai dari keluarganya, tempat tinggalnya bahkan tentang hal lainnya yang menurut banyak orang tidak masuk akal. Deni suka berbohong tentang dirinya dihadapan teman-temannya, kebiasaan itu berlanjut sampai Deni dewasa. Hingga pada suatu Ketika, teman Deni mulai mencium bau kebohongan dari mulut Deni.
“Deni, lu beneran
lahir di Inggris kan?, soalnya kemarin gue nggak sengaja lihat di KTP lu pas
waktu lu kasih data ke HR, lu lahirnya di Sukabumi, jadi yang bener yang mana
nih?”. Celetuk Dio teman Deni yang satu kantor dengannya
“Lu lihat KTP
gue, nggak sopan banget sih lu, iya, gue lahir di Inggris kok, di KK gue
tulisannya Inggris, KTP gue yang salah, tapi gue malas ngurusnya” Begitu alasan
Deni
“Masa sih, gue jadi
penasaran lihat KK lu, heheh, becanda”, padahal Dio sangat penasaran karena
Deni sering sekali menyangkal kalau udah mulai ketahuan berbohong
“Dasar lu, lain
kali jangan lihat data pribadi orang ya, kesel gue”, Deni pun pergi berlalu
Kebohongan Deni tidak
hanya sampai di situ, dia sering pamer kepada temannya kalau dia lagi
jalan-jalan ke luar negeri, tapi yang uniknya, Deni tidak pernah benar-benar
berfoto menampakkan wajahnya, dia hanya memperlihatan sudut kota yang
bercahaya, kalaupun berfoto dia akan menutup wajah orang yang di foto dengan
emotikon yang aneh, bahkan itu terkesan bukan dirinya, dari badannya saja mungkin
ada orang yang tahu kalau itu bukan dia. Seperti obrolan waktu itu, setelah
cuti Panjang dari kerjaan, banyak orang di kantor yang ngobrol tentang rencana
liburan mereka, Ketika Deni nimbrung dia mulai bercerita Panjang lebar tentang
liburannya, bahkan tanpa ditanya.
“Kemarin kalian
liburan kemana sih? Eh, nih gue ya, kemarin gue liburan ke New York, gue foto
depan patung liberty, terus gue ke central parknya, duh, gue berasa seneng
banget liburan kali ini,” Penuh semangat Deni menceritakan tentang liburannya
Semua orang memandang
aneh ke Deni, kebanyakan mengiyakan saja, karena hampir Sebagian teman kantor
Deni sudah muak dengan kesombongan Deni.
Rupanya dari
sekian banyak teman Deni yang memang sudah muak dengan bualan Deni, ada satu
orang yang memang tahu asal usul Deni, dia memilih diam dan membukanya pada
saat yang tepat, sehingga Deni tidak bisa berkutik lagi, tapi dia kasian dengan
Deni, ingin rasanya dia bertanya pada Deni tentang alasan Deni berbohong.
Di situ nimbrung
juga Dio yang memang terkenal anak yang kritis, dia yang juga penasaran dengan
asal usul Deni, tapi karena sering sekali bertengkar, seolah-olah Deni merasa
terancam dengan kehadiran Dio. Dio anak orang kaya, tapi dia tidak pernah bicarakan
itu pada teman-temannya, hanya saja penampilan Dio memang tampak sederhana.
“Dio, lu nggak
punya baju ya, gue lihat ya, warnanya itu-itu aja, palingan jasnya aja yang ada
ganti warna, kemeja dalamnya kayaknya hampir mirip tiap hari, kayak gue dong
punya beda-beda kemeja, tiap hari merknya beda-beda, biasa barang branded”, itu
kata Deni
Dio hanya
tersenyum, lalu membalas
“Iya nih, gue Cuma
punya baju itu-itu aja, biasalah, gue mikir buat nabung, banyak hal yang pengen
gue wujudkan nanti kedepannya, barang branded sih nggak papa dibeli, asal
jangan boros aja sih, lu nggak kehabisan uang beli ini, beli itu, kayak gaji lu
gede aja”, Dio tahu bahwa untuk membeli barang-barang mahal adalah kebiasaannya
Deni, tapi dia heran di mana dapat uang sebanyak itu, padahal gajinya di perusahaan
itu kalau dihitung tidak bisa membeli barang-barang sebanyak itu.
Deni mulai agak
masam mukanya
“Terserah gue
dong, gue mau beli apaan, sirik aja lu” Deni pergi
Memang terlihat
Deni kurang dewasa, tapi begitulah perwatakannya, dia paling malas kalau sudah
membahas darimana dia mendapatkan uang.
Pada suatu hari, perusahaan
harus menghadiri sebuah pertemuan dengan orang yang cukup penting, semua
karyawan wajib hadir. Deni dengan bangga menghadiri pesta itu, perusahaan juga
memberinya kesempatan untuk datang, karena dari Riwayat pekerjaannya, Deni
pernah tour keliling luar negeri dan pernah short course di Jerman. Hal ini
menjadi penunjangnya di mata perusahaan.
Saat bertemu
dengan client, atasan Deni langsung memanggil Deni untuk bertemu, dia
mempersilahkan Deni untuk bicara dengan orang tersebut yang berasal dari
Jerman. Deni tampak agak cemas, dia mulai duduk dan bergabung, Ketika client
mulai bicara Bahasa Jermannya, Deni tidak mampu untuk bicara, dia hanya punya
satu kosakata yaitu “Danke” artinya terima kasih. Muka atasan Deni langsung
memerah dan memanggil orang lain lagi, ternyata Dio yang dipanggil, Dio merasa
segan dan beberapa kali menolak, namun atasannya memaksa. Dio mulai membuka pembicaraan
dan ternyata Dio sangat fasih Bahasa Jerman, semua orang terpana, tidak
menyangka Dio punya skill yang sangat bagus dalam Bahasa. Dio anak yang tidak
banyak bicara, dia hanya bekerja saja, malam ini semua orang terpukau dan client
merasa nyaman dengan sambutan perusahaan mereka.
Deni pulang dengan
rasa malu dan dia tidak habis pikir, Dio bisa sehebat itu berbahasa Jerman.
Keesokan paginya,
Deni tidak bisa menutup mukanya dengan rasa malu. Dia masih mencoba tetap Nampak
biasa saja, meskipun seisi kantor sudah menggunjing dirinya.
Kalau dilihat
kilas balik Deni, Deni berasal dari keluarga miskin, Deni dulu pernah diejek
teman-temannya karena dia miskin. Saat itu duduk di bangku Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Deni membuat ide untuk membuat kisahnya sendiri, dia menceritakan
kepada orang-orang kalau dia anak pengusaha kaya, anak tunggal dan hidup tidak pernah
kekurangan. Dia sampai belajar mengedit foto-foto dari internet untuk ditempel
wajahnya, kemampuan yang memang sulit dipelajari tapi dia belajar itu untuk
memamerkan kepada teman-temannya, tidak ada temannya yang sadar kalau itu
adalah kebohongan Deni.
Kebohongan Deni
yang terasa nikmat berlanjut sampai dia dewasa, dia menceritakan kepada orang-orang
dengan cerita yang sama, kalau ditanya di mana rumahnya, dia selalu menunjuk
rumah orang lain, kalau kedapatan berbohong, dia akan bilang, dia tidak di
rumah dan banyak ribuan alasan, membuat teman-temannya percaya saja. Tapi memang
Deni tidak pernah mengajak teman-temannya ke rumahnya meskipun sering dipaksa.
Seperti salah
seorang teman Deni yang pernah bertanya
“Eh, Den, lu
sekali-kali ajakin anak-anak main ke rumah lu lah, gimana sih lu, udah lama
temanan nggak ada basa basi, kali aja nanti lu sakit terus kita bisa jenguk”,
Deni menjawab
dengan ribuan alasan
“Rumah gue lagi
di renovasi, nggak boleh ada yang ke rumah gue, gue kadang juga nggak di rumah,
biasa gue main ke rumah nenek gue” begitu jawab Deni
Tiba-tiba Deni
dipanggil ke dalam ruangan
“Den, atasan manggil
lu, kayaknya emosinya kurang baik deh, gih cepat ke sana”, Teman Deni
mengingatkan
Deni berjalan ke
ruangan atasannya dengan harap-harap cemas dan mengetok pintu
“Iya pak, ada
yang bisa saya bantu pak” Deni mulai cemas
Atasan Deni mengambil
sebuah maps dan melemparnya ke Deni
“Kamu membohongi
saya ya, kamu bilang pernah short course di luar negeri dan kamu sering tour
luar negeri, saya sudah menghubungi lembaga short course kamu di luar
negeri, tapi itu ternyata penipuan, kamu saya pecat” Muka atasan Deni memerah
“Maafkan saya
pak, mohon beri saya kesempatan pak, saya terpaksa berbohong pak, mohon maafkan
saya”, Deni meminta mohon
Deni sudah
tertangkap basah berbohong
“Sekarang kamu
kemasi barang-barang kamu, kamu saya pecat, sana, ingat kata-kata saya ini,
jangan pernah berbohong sekalipun, kebohongan kecil akan terus jadi kenikmatan sehingga
jadi kebohongan yang besar”, Begitu marahanya atasan Deni karena ditipu
Semua orang
berkumpul dan melihat Deni keluar dengan muka sedih, Deni merasa menyesal
karena berbohong, tapi dia tidak bisa menghilangkan kebiasaannya untuk berbohong.
Deni melamar
pekerjaan di tempat lain, dia pergi ke kota yang berbeda dan mengubah asal usulnya
lagi dengan berbagai cara dia menutupinya. Dia berkeyakinan bahwa boleh saja
berbohong selama dia bisa mendapat pengakuan dari orang disekitarnya. Tapi Deni
lupa, bahwa kebohongan ditutup seperti apapun juga akan terbongkar dan akan
menjadi kebohongan-kebohongan lain yang lebih rumit dari sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar