Diksi Sebagai Seni Bahasa
Oleh : Pipi Miralini
Resume
:18
Gelombang
: 29
Tanggal
: 4 Agustus 2023
Tema :
Diksi Sebagai Seni Bahasa
Narasumber:
Maesaroh., M.Pd
Moderator : Widya Setianingsih, SAg
Setelah menyibukkan diri dengan kegiatan
sekolah, aku mulai meraba isi tasku, membuka ponsel dan mulai melihat grup WA
KBMN yang jumat malam akan mengadakan materi tentang diksi. Sejauh ini, aku
tidak terlalu paham tentang diksi. Oleh karenanya, aku bertekad malamnya untuk
mengikuti kelas malam itu. Narasumbernya bernama Ibu Maesaroh, MPd yang
merupakan guru di SMPN 1 Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Banten. Beliau juga sering
dikenal dengan sebutan sang Blogger Millenial dengan motto hidupnya “Menulislah
untuk hidup seribu tahun”.
Kelas terasa begitu seru, karena dimulai
dengan diksi yang sahut menyahut antara moderator yaitu Bu Widya dan narasumber
Bu May. Tema malam itu adalah tentang Diksi dan Seni Bahasa. Pertanyaan awal
dimulai dengan mengapa diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa? Alasannya
karena banyak keindahan dari sebuah kata menjadi prosa yang melampaui bayu di
udara. Diksi ibarat sebuah irama tanpa aroma, menjadi senyawa indah mempesona
melengkapi rumpun kata dengan sejuta makna.
Diksi akar kata dari bahasa latin yaitu
dictionem. Kemudian diserap dalam bahasa inggris menjadi diction kata kerja ini
berarti pilihan kata. Maksudnya pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara
ekspresif. Diksi dalam Sejarah bahasa, Aristoteles seorang filsuf dan ilmuwan
Yunani inilah memperkanalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya
itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam poetics (puisi). Gagasan Aristoteles
dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis
puisi, tetapi juga bagi sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre.
Sastrawan yang Bernama William
Shakespeare yang juga piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi
mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romatisme dipadu tragedi. Sehingga
diksinya relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya
penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilas zaman.
Tips jitu dalam menulis kalimat dengan
diksi:
1.
Sense of Touch adalah
menulis dengan melibatkan Indera peraba. Penggunaan Indera sangat cocok untuk
menggambarkan secara detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yang dirasakan
pada kulit. Aplikasi Indera peraba ini juga tepat digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau cocok juga diterapkan
untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya atau tidak dengan
menyentuhnya.
Misalnya: Pada
pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa
permisi.
2.
Sense of Smell adalah
menulis dengan melibatkan Indera penciuman hal ini membuat tulisan lebih
beraroma. Tekhnik ini akan lebih dahsat jika dipadukan dengan Indera penglihatan.
Misalnya: Di
kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan
dilangit harapan
3.
Sense of Taste adalah
menulis dengan melibatkan Indera perasa. Penggunaan Indera perasa sangat ampuh
untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yang tercecap di lidah.
Misalnya: Remah-remah
kata terucap semanis caramel, arsenic bual manja laykanya cuka apel. Meski diam
terbungkam tetap asam dan asin bak menelan Botulinum Toxin.
4.
Senses of Sight adalah
menulis dengan melibatkan Indera penglihatan memiliki prinsi “show, don”t tell”.
Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekedar
menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang Tengah
diceritaka. Buat mereka seolah menontn dan membayangkannya. Prinsip utama dan
manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya,
ukurannya, umurnya, dan kondisinya.
Contoh: Derit daun
pintu mencekik udara di tengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu pernah
kutinggali sebagai pijar luka yang menganga.
5.
Sense of hearing adalah
menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar
kita. Dengarlah, lalu tuliskan. Sebuah tulisan yang ditulis dengan Indera pendengaran
akan terasa lebih berbunyi lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi
dengan membuat hal-hal yang bisanya tak terdengar menjadi terdengar.
Contoh: Aku padamu
seperti angin yang berlalu begitu saja, kini yang kupunya hanya melupa atas
lara dari sajak jingga yang cedera.
Kelas ditutup dengan
sebuah kalimat
“Did you know? A true writer
is
Someone that never feeling
down
Someone that never give
up
Someone that always
smile in a feeling blues
Someone that always
created a good idea
Aku akan mencoba pula
menulis diksi
“Ku pasung rindu dalam hatiku,
ku makan kegelisahan yang menderu, semakin menjadi pikiranku, mengingat kau
tidak lagi memburu. Apakah aku sudah dihapus dalam benakmu?”
Komentar
Posting Komentar